Minggu, 19 Mei 2013

SUMBER sumber energi alternatif atau BIOTEKNOLOGI



BAB I
                                                           PENDAHULUAN

1.1  Latar Balakang
Sumber energi yang ada di muka bumi ini pada suatu saat pastinya akan habis. Energi tidak dapat dimusnakan namun hanyadapat diubah dari bentuk yang satu ke bentukyang lain. Namun dibalik itu semua, sumber energi atau penggerak energi yang menghasilkan energi tersebut tidak dapat di perbahaui dan akan habis. Hal ini yang menyebabkan manusia berpikir keras untuk menghasilkan suatu sumber energi baru dan terbarukan yang dapat diperbaharui kelangsungannya. Daerah NTT bukan hanya sebuah sabana dan stepa yang kata orang tandus,namun dibalik itu semua terdapat sumber daya alamm yang sangat melimpah.


1.2  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini yakni untuk memberikan pengetahuan kepada setiap orang mengenai sumber energi yang ada di daerah NTT yang baru dan terbarukan.


1.3  Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode kepustakaan. Penulis mengumpulkan infomadi atau bahan-bahan dari bebagai sumber.









BAB II
ISI
2.1 Sumba Sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan
Keseriusan Pemerintah dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan diwujudkan melalui berbagai inisiatif dan program. Salah satunya adalah inisiatif untuk mewujudkan suatu pulau mandiri yang memanfaatkan 100% energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energinya.  Pulau ini diharapkan dapat menjadi ‘ikon’ atau simbol energi terbarukan nasional maupun dunia. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan, keberadaan ikon tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi model untuk direplikasi di pulau-pulau lainnya.
Berdasarkan studi yang telah dilaksanakan pada tahun 2009 oleh Hivos, KESDM dan Bappenas, Pulau Sumba terpilih sebagai pulau yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan. Hal ini juga didukung oleh PT. PLN (persero) sistem NTT yang mencanangkan program kelistrikan non-fossil fuel.  Pulau yang terletak di bagian Timur Kepulauan Indonesia tersebut merupakan pulau yang sebagian besar masyarakatnya masih belum memiliki akses terhadap energi modern. Rasio elektrifikasinya pada tahun 2011 baru mencapai 30%, jauh dibawah rata-rata nasional yang telah mencapai 72%. Saat ini, sebagian besar kebutuhan energi masyarakat Sumba dipenuhi dengan bahan bakar minyak yang harganya sangat mahal, karena harus dipasok dari tempat lain dengan biaya transportasi yang cukup mahal. Padahal Sumba memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, seperti energi air, energi surya, energi angin, biomassa, biogas, dan energi samudera. Berbagai pertimbangan tersebut kemudian mendasari pengembangan Sumba sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan.
Untuk mewujudkan mimpi Pulau Ikonis tersebut, serangkaian kegiatan telah dilakukan oleh Kementerian ESDM bekerjasama dengan Hivos (lembaga non-Pemerintah dari Belanda) dan Pemerintah Daerah Provinsi NTT. Salah satu kegiatan yang baru-baru ini telah dilaksanakan adalah Seminar dan Lokakarya Penyusunan Kerangka Peta Jalan Multi-Pihak dan Pembentukan Satuan Tugas Sumba Iconic Island. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 15-16 Maret 2012 di Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya. Seminar dan lokakarya tersebut merupakan pertemuan kedua di Sumba, setelah pada Maret tahun lalu diselenggarakan pertemuan untuk membahas kajian KEMA tentang pemanfaatan energi terbarukan di Pulau Sumba yang selanjutnya, Hivos dan Pemerintah DaerahProvinsi NTT  disaksikan oleh Direktur Bioenergi, Maritje Hutapea, menandatangani nota kesepakatan untuk mengembangkan Sumba sebagai Pulau Ikonis.
Seminar tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi potensi sumber daya dan mensinergikan program serta kegiatan pengembangan energi terbarukan di Sumba yang kemudian akan diformulasikan ke dalam sebuah roadmap (peta Jalan). Dalam sambutan pembukaan, Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Fransiskus Salem, menyambut baik inisiatif yang menjadikan Sumba sebagai Pulau Iconic, mengingat energi merupakan penggerak ekonomi. Kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya untuk meraih komitmen para pemangku kepentingan, tidak hanya pihak-pihak di Pusat, tetapi yang lebih penting adalah  para pemangku kepentingan lokal di dalam mengembangkan Sumba sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan. Meskipun penyusunan peta jalan tersebut masih dalam tahap awal, namun semangat para pemangku kepentingan lokal untuk mengembangkan Sumba sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan sangat tinggi. Berbagai masukan untuk menentukan langkah selanjutnya telah berhasil didapatkan dari kegiatan tersebut. Salah satu masukan penting yang diperoleh adalah bahwa pengembangan Pulau Ikonis tersebut harus didasari dengan pembangunan kepercayaan, peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas masyarakat Sumba itu sendiri. Masyarakat Sumba perlu menyadari bahwa akses energi yang berasal dari energi terbarukan tersebut merupakan salah satu pintu utama di dalam mengembangkan potensi ekonominya. Besar harapan bahwa di masa mendatang,  kesejahteraan masyarakat Sumba akan meningkat melalui pemanfaatan energi terbarukan.

2.2 Keterlibatan Para Pemangku Kepentingan Lokal Merupakan Kunci Utama Dalam
Mewujudkan Pulau Ikonik
Dalam rangka menginisiasi terwujudnya Pulau Ikonik tersebut, pada tahun lalu Kementerian ESDM telah melaksanakan pembangunan  pilot project pembangunan 25 unit biogas skala rumah tangga, dan pada tahun 2012, Kementerian ESDM mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan program tungku hemat energi dan mengalokasikan dana untuk pembangunan PLTS baik melalui Dana Alokasi Khusus maupun APBN KESDM
2.3Biogas dari Kotoran Babi, Akses Energi Bersih untuk Masyarakat Sumba
Selanjutnya untuk mendukung sistem kelistrikan di Sumba dengan memanfaatkan energi terbarukan, BPPT telah membangun PLTS Terpusat sebesar 500 kW yang diinterkoneksikan ke sistem grid PLN.  PLN sendiri saat ini mempunyai program pembangunan tiga unit PLTMH dengan total kapasitas sebesar 1,2 MW, dan program pembangunan PLTS di 1000 pulau terisolasi, termasuk Sumba. Unit PLTS yang diberikan dilengkapi dengan pembagian lampu penerangan melalui program yang bernama Program Super Ekstra Hemat Energi (SEHEN).  Sedangkan Hivos telah melakukan sejumlah studi di antaranya studi off-grid, potensi biofuel dan biomassa. Melalui kerjasama dengan BNI, Hivos juga telah membangun percontohan 30 unit biogas skala rumah tangga di Sumba. Pada tahun ini juga akan dibangun PLTBayu oleh Winrock sebagai uji coba sebelum pengembangan ke skala komersial. Penjajakan kerjasama juga sedang dilakukan Hivos dengan Yayasan IBEKA dan PT Sewatama untuk pembangunan masing-masing PLTMH dan PLT Bayu. Bank Pembangunan Asia juga sudah berkomitmen untuk memberikan bantuan teknis untuk kegiatan perencanaan, peningkatan kapasitas SDM dan percontohan energi terbarukan di Sumba.

Permintaan akan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakin meningkat, hal itu menyebabkan harga minyak melambung dipasaran melambung tinggi. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga minyak untuk mengurangi sudsidi yang harus ditanggung oleh APBN. Yang menjadi pertanyaan adalah jika BBM mahal, apakah kita tidak bisa hidup tanpa menggunakan bahan bakar minyaktersebut. Ternyata tidak demikian. Sumber energi  bahan bakar alternatiftelah banyak ditemukan sebagai pengganti bahan bakar minyak, salah satunya adalah Biogas.
Proses Pembuatan dan penerapan Teknologi biogas sebenarnya bukan sesuatu hal yang baru. Berbagai negara telah mengaplikasikan teknologi ini sejak puluhan tahun yang lalu seperti petani di Inggris, Rusia dan Amerika serikat. Sementara itu di Benua Asia, India merupakan negara pelopor dan pengguna biogas sejak tahun 1900 semasa masih dijajahÿ Inggris, negara tersebut mempunyai lembaga khusus yang meneliti pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research instututeÿ dan Gobar Gas ResearchStation, Lembaga tersebut pada tahun 1980 sudah mampu membangun instalasi biogas sebanyak 36.000 unit. Selain negara negara tersebut diatas, Taiwan, Cina, Korea juga telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas.
Jika kitaÿ menggantungkan terus pada Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas sebagai energi utama tanpa mencari alternatip lain maka beban hidup akan semakin berat terutama masyarakat kecil pedesaan padahal ada alternatip yang mudah dengan cara membuat biogas dari kotoran ternak. Pemerintah sudah saatnya mengalokasikan sebagian dari pengurangan subsidi BBM untuk mengembangkan biogas dari kotoran ternak keseluruh pelosak pedesaan.
Sudah saatnya pula kita berfikir dan berusaha mengembangkan kreatifitas untuk mengembangkan energi alternatip dari kotoran ternak, karena sudah banyak hasil penelitian ilmiah yang berhasil. Kegiatan yang harus kita lakukan sekarang adalah mengaplikasikan hasil penelitian tersebut untuk kepentingan masyarakat. Usaha ini juga harus didukung dengan mengubah pola pikir masyarakat untuk menerima kehadiran teknologi baru.

2.4.2 Hasil Sampingan Ternak
Ternak sapi, kerbau, kuda, ayam petelur, kambing banyak dipelihara oleh masyarakat pedesaan sebagai usaha sampingan selain bercocok tanam. Limbah dari usaha tersebutÿ berupa limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku dan lain lainnya. Volume dan jenis limbah tergantung pada jenis dan banyaknya ternak yang dipelihara. Feses, urine, sisa makanan yang merupakan limbah utama dari ternak selama ini oleh masyarakat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pemanfaatan Limbah ternak selama ini belum optimal, karena sebelum kotoran ternak itu dijadikan pupuk organik terlebih dahulu dapat diproses untuk menghasilkan biogas dimana gas itu dapat digunakan untuk memasak menggantikan minyak tanah ataupun gas LPG.ÿ
Disisi lain, peternakan juga menjadi penyebab timbulnya pencemaran air, bau tak sedap, mengganggu pemandangan dan bahkan sebagai sumber penyakit. Kita ingat belum lama ini dengan timbulnya wabah flu burung. Dengan adanya teknologi biogas seluruh permasalahan lingkungan akibat pencemaran dapat dikurangi.

2.4.3 Prinsip Pembuatan Biogas
Prinsip pembuatan biogas adalahÿ adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.
Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55øC, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel : Komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisaÿÿ pertanian
Jenis gas
Biogas
Kotoran sapi
Campuran kotoran + sisa pertanian
Metan (CH4)
65,7
54 - 70
Karbon dioksida (CO2)
27,0
45 - 57
Nitrogen (N2)
2,3
0,5 - 3,0
Karbon monoksida (CO)
0
0,1
Oksigen (O2)
0,1
6,0
Propena (C3H8)
0,7
-
Hidrogen sulfida(H2S)
-
sedikit
Nilai kalor (kkal/m2)
6513
4800 - 6700
Sumber: Harahap, dkk (1978)

2.4.4 Membangun Instalasi Biogas
Bangunan utama dari instalasi biogasadalah Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:
1.      Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester
2.      Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertamakran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang adadidalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoransapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.
3.      Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumensegar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 –5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4.      Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala.
5.      Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal

Cara pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.


2.5 HIVOS Kembangkan Biogas di Pulau Sumba
Hivos, sebuah organisasi nirlaba asal Belanda, berkeinginan untuk mengembangkan biogas dan tenaga angin di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keinginan mengembangkan biogas itu karena Pulau Sumba dinilai sangat cocok untuk mengembangkan dua energi karena daerah yang kering dan berbukit dengan padang sabana yang cocok untuk berkembangbiaknya ternak besar dan kecil, kata Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya, di Kupang, Kamis. Dia mengemukakan hal itu kepada wartawan ketika menjelaskan hasil pertemuan dengan Manager Hivos, Robert de Groot dan Coordinator Klimaat Energie dan Otwikkeling Hivos, Eco Matser. Biogas adalah hasil fermentasi dari bahan-bahan organik, seperti kotoran manusia dan hewan dan limbah rumah tangga. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Karena tekanan gas metananya cukup rendah, biogas tak mudah meledak.
Menurut Manager Hivos, potensi angin di Pulau Sumba bisa dijadikan energi alternatif pembangkit listrik karena Sumba beriklim kering jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Sumba juga adalah daerah bergunung diselingi dataran- dataran sempit. Tanah bagian atas (topsoil) relatif tipis akibat struktur tanah yang berbatu dengan tutupan vegetasi, sehingga rentan erosi. Gubernur menjelaskan, hasil survei Hivos yang dipaparkan Manager Hivon, di Sumba rawan penggundulan hutan untuk kepentingan kayu bakar sehingga perlu dicarikan energi alternatif untuk menyelamatkan lingkungan. Sedangkan topografi bergunung sangat potensial terhadap pengembangan energi pembangkit listrik. "Tetapi hal yang paling penting adalah apa yang akan dilakukan ini untuk melayani kebutuhan akan listrik di daerah yang terpencil dan jarang penduduk," kata Lebu Raya. Gubernur Lebu Raya juga mengingatkan Hivos agar serius merealisasikan program pengembangan energi alternatif, listrik tenaga angin dan biogas. Di NTT, kata Lebu Raya, masih punya banyak masalah antara lain, kemiskinan, kekurangan pangan dan energi. Pemenuhan kebutuhan akan energi baru 31 persen.
"Pemerintah menyambut baik dan mendukung kerjasama itu, asalkan serius. Diharapkan kehadiran program ini dapat mendukung pertumbuhan bidang pertanian dan peternakan. Biogas, kata gubernur, jelas mendukung pengembangan ternak sapi, kuda, kerbau dan ternak kecil lainnya.

2.6 SkyEnergi Bangun PLTS di Sumba Timur

http://koransumba.com/wp-content/uploads/2009/11/skyenergi.jpg
Kupang, SkyEnergy, sebuah perusahan dari Jepang berencana membangun pusat listrik tenaga surya (PLTS) terbesar di Asia Tenggara berkapasitas tiga mega wat (MW) di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).Rencana pembangunan PLTS itu sudah disepakati melalui penanda tanganan kesepakatan kerja sama (MoU) antara SKYEnergy dengan pemerintah Kabupaten Sumba Timur, kata Humas PT. PLN (Persero) Wilayah NTT, Paul Bola, di Kupang.
“Pembangunan PLTS dengan kapasitas tiga  MW di Sumba Timur ini menjadi PLTS terbesar di Asia Tenggara. Selama ini, PLTS terbesar terdapat di Filipina dengan kapasitas dua  MW,” katanya. Dia mengatakan, pihak investor akan membangun PLTS untuk memproduksi listrik tiga MW. Listrik tersebut akan dibeli oleh PLN dan kemudian disalurkan kepada pelanggan atau masyarakat.
Peran pemerintah Kabupaten Sumba Timur, kata Paul Bola,  antara lain, menyiapkan lahan sesuai dengan kebutuhan investor yang nantinya digunakan untuk lokasi pembangunan PLTS. Dia mengatakan, pembangunan listrik tiga MW akan meningkatkan rasio elektrifikasi di Kabupaten Sumba Timur. Hingga Agustus 2009  di Kabupaten Sumba Timur masih terdapat tujuh kecamatan dan 98 desa yang belum berlistrik.
Bupati Sumba Timur, Gidion MBilijora secara terpisah mengatakan, pemerintah dan rakyat mendukung penuh rencana perusahan Jepang yang akan membangun pusat listrik tenaga surya di wilayah itu.
Bupati Gidion yakin, rencana pembangunan pembangkit listrik itu bukan hanya sekadar sebuah rencana karena pemerintah Jepang sangat serius membantu masalah kelistrikan di Pulau Sumba.
Mengenai persiapan lahan, Bupati Gidion menambahkan, pemerintah sedang mengkaji lahan yang cocok untuk pembangunan pusat pembangkit listrik tenaga surya sesuai dengan permintaan pemerintah Jepang. “Pemerintah tentu memberikan dukungan penuh bagi rencana pembangunan pembangkit listrik di Sumba Timur. Kami sedang menyiapkan lahan sesuai permintaan,” katanya.
Menurut dia, kehadiran pembangkit listrik di pulau itu memiliki dampak yang sangat luas bagi perkembangan ekonomi masyarakat di wilayah itu, karena selain membangkitkan industri kecil masyarakat, juga akan menarik investor untuk menanamkan modal di Pulau Sumba.























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Biogas dangan tenaga surya yang dikembangkan di daerah Sumba, NTT termasuk dalam golongan energi yang baru dan terbarukan. Hal ini disebabkan karena biogas yang berasal dari kotoran hewan dan sinr matahari tidak akan pernah habis atau akan selalu tersedia sebagai sumber energi bagi manusia. Pemerintah yang bersedia membantu masyarakat akan menjadikan masyarakat  lebih kreatif dalam mengembangkan sumber daya yang ada di daerahnya masing-masing.

3.2 Usul Saran
Segala sesuatu yang ada di sekitar kita dapat dimamfaatkan sebagai seuatu yang berguna bagi kehidupn kita di hari yang akan datang. Janganlah berhenti mencoba kreativitas kita karena dengan mencoba, kita akan menghasilkan sesuatu yang sangat berguna bagi diri kita dan oang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar