Hipoglikemia
A. PENATALAKSANAAN
1.
Memantau
kadar glukosa darah
Semua neonatus berisiko tinggi harus
ditapis :
a. Pada saat lahir
b. 30 menit setelah lahir
c. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48
jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai
2.
Pencegahan
hipoglikemia
a. Menghindari faktor resiko yang dapat
dicegah, contohnya hipotermia
b. Pemberian makan enteral merupakan
tindakan preventif tunggal paling penting
c. Jika bayi tidak mungkin menyusui,
mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah
lahir
d. Neonatus yang berisiko tinggi harus
dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh dan 3x pengukuran normal
sebelum pemberian minum berada diatas 45 mg/dL
e. Jika ini gagal, terapi intravena
dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa dipantau
3.
Perawatan
hipoglikemia
a. Koreksi segera dengan bolus 200
mg/kg dengan dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5
menit dan diulang sesuai keperluan
b. Infus tak terputus (continual)
glukosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus dimulai
c. Kecepatan infus glukosa (GIR)
dihitung menurut formula berikut :
d. GIR (mg/kg/min)=kecepatan cairan
(cc/jam) x konsenterasi dextrose(%)
6x
berat (Kg)
e. Pemantauan glukosa ditempat tidur
(bed side) secara sering diperlukan untuk memastikan bahwa neonatus mendapatkan
glukosa yang memadai
f. Ketika pemberian makan telah dapat
ditoleransi dan nilai pemantauan glukosa di tempat tidur (bed side) sudah
normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin
memerlukan waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia
2.
Hipoglikemia
refraktori
Kebutuhan glukosa >12 mg/kg/menit
menunjukan adanya hiperinsulinisme. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan :
a. Hidrokortison 5 mg/kg IV atau IM
setiap 12 jam
b. Glukagon 200 ug IV (segera atau
infus berkesinambungan 10 ug/kg/jam)
c. Diazoxide 10 mg/kg/hari setiap 8 jam
menghambat sekresi insulin pancreas
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang
dikombinasikan dengan riwayat klinis sangat penting untukmenegakkan diagnose
hipoglikemia. Pemeriksaan kadar gula pertama yang diambil pada saat ada gejala
atau kecurigaan hipoglikemia, dan pemeriksaan yang lain adalah : beta hidroksi
butirat, asam laktat, asam lemak bebas, asam amino (kuantitatif) dan elektrolit
(untuk melihat anion gap). Pemeriksaan hormonal : insulin, kortisol, hormone
pertumbuhan. Pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan urine : keton dan asam amino
(kuantitatif).
Apabila pada pemeriksaan awal tidak
terdiagnosis atau pasien asimptomatik, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Bila berhubungan dengan puasa, maka pasien dipuasakan dan dipantau dalam 24 jam
selama puasa, atau bila ada indikasi puasa dapat diperpanjang. Pemeriksaan ini
harus dengan rawat inap, dipasang akses intravena dan diberikan heparin pada
jalur intravenanya untuk pengambilan sampel darah dan bila perlu untuk
pemberian dextrose 25% bila timbul gejala hipoglikemia. Di ambil plasma darah
secara skuensial untuk pemeriksaan glukosa plasma, beta hidroksibutirat, dan
insulin pada jam 8, 16, 20, kemudian diberikan glucagon 30-100 pg/kgBB intra
muskuler sampel di ambil setiap jam sampai pemeriksaan berakhir. Sampel pertama
dan terakhir harus diperiksa kadar hormone pertumbuhan dan kortisol. Bila
dicurigai pada defek pada enzim tertentu, maka diperlukan pemeriksaan analisa
asam organic plasma dan atau urine.
Pemeriksaan lain yang diperlukan
adalah tes stimulasi glucagon, tes toleransi leucine untuk menentukan diet
dikemudian hari dilakukan setelah pasien normoglikemi, tes toleransi
tolbutamide nilainya kurang untuk menemukan adenoma pancreas, pemeriksaan
fungsi adrenal.
SKRINING GLUKOSA DARAH BAYI BARU LAHIR
Skrining
hipoglikemia mengenai kapan dilakukannya dan berapa lama pemantauannya, belum
disepakati secara umum. Strip glukosa untuk skrining tidak mahal, praktis, dan
hasilnya cepat. Jika didapatkan hipoglikemia harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan glukosa darah di laboratorium, karena hasil yang diperoleh sering
berbeda sekitar 15% dari hasil laboratorium, atau tidak sesuai dengan varian
yang signifikan dari kadar glukosa yang sesungguhnya.
Beberapa pedoman singkat skrining
glukosa pada bayi baru lahir:
a. Pemantauan glukosa darah rutin bayi
baru lahir cukup bulanyang asimtomatik tidak perlu dan mungkin merugikan.
b. Skrining glukosa darah harus
dilakukan pada bayi dengan risiko hipoglikemia untuk mengetahui adanya
hipoglikemia ataupun bayi yang menunjukkan manifestasi klinis hipoglikemia,
dengan frekuensi dan lama pemantauan tergantung dari kondisi bayi
masing-masing.
c. Pemantauan dimulai dalam 30-60 menit
pertama bayi dengan dugaan hiperinsulinisme dan tidak lebih dari umur 2 jam
pada bayi dengan risiko hipoglikemia kategori lainnya.
d. Pemantauan sebaiknya dilanjutkan
setiap 3 jam sampai kadar glukosa darah sebelum minum mencapai normal. Kemudian
lanjutkan tiap 12 jam.
e. Skrining glukosa dihentikan setelah
2 kali didapatkan kadar glukosa normal atau dengan pemberian minum saja,
didapatkan 2 kali pemeriksaan kadar glukosa normal.
f. Konfirmasi dengan pemeriksaan
glukosa darah di laboratorium harus dilakukan jika hasil skrining glukosa darah
abnormal.
TATA LAKSANA UMUM
Data yang ada menunjukkan bahwa
pemberian ASI yang tidak adekuat meningkatkan risiko hipoglikemia, bahkan pada
bayi yang sudah pulang ke rumah.Tata laksana pemberian ASI yang tepat sangat
penting bagi perkembangan bayi.
Tata laksana umum pada bayi yang
mempunyai risiko:
a. Pemberian ASI sedini mungkin dalam
30-60 menit kemudianditeruskan sesuai keinginan bayi.
i)
Pemberian
asupan enteral sedini mungkin -- ungkin merupakan tindakan pencegahan tunggal
yang paling penting. Secara khusus disebutkan bahwa pemberian ASI sedini
mungkin, merupakan hal yang terpenting untuk pencegahan bayi dengan risiko dan
terapi hipoglikemia. Mengenali bahwa bayi menangis merupakan tanda yang
terlambat jika bayi lapar. Bayi baru lahir akan mendapatkan kolostrum yang
berisi protein, lemak, dan karbohidrat yang akan membuat glukosa darah stabil.
Pemberian kolostrum tidak boleh dihentikan hanya karena bayi masuk dalam
kriteria yang harus dipantau kadar glukosa darahnya.
ii)
Jika
memungkinkan berikan ASI dengan bayi menyusu langsung atau melalui pipa
orogastrik. Bayi yang mempunyai risiko hipoglikemia tetapi belum memungkinkan
menyusu dan belum bisa diberi ASI melalui pipa orogastrik karena adanya darah
yang tertelan, lakukan pembilasan lambung dan kemudian berikan ASI melalui pipa
orogastrik. Jika tidak berhasil, segera mulai pemberian glukosa intra vena.
2. Suplementasi rutin pada bayi cukup
bulan yang sehatdengan air, air gula atau susu formula tidak diperlukan.
Hal ini dapat mengganggu pemberian
ASI dan mekanisme kompensasi metabolik yang normal. Jika bayi tidak
dapatmenyusu langsung, berikan ASI dengan cara alternatif lainnya;dengan
sendok, gelas, atau pipa orogastrik. Jika bayi tidakmampu menghisap, tidak
perlu dipaksakan pemberian minummelalui mulut, untuk mencegah
aspirasi.Pemilihan suplementergantung dari ketersediaan ASI perah ibu.Kolostrum
perahadalah pilihan utama. ASI akan meningkatkan gluconeogenesis dan
keseimbangan energi. Jika tidak tersedia, pilihan berikutnya adalah donor ASI
yang sudah di pasteurisasi. Jika pilihan kedua tidak tersedia, terpaksa
diberikan susu formula dengan mempertimbangkan riwayat keluarga mengenai
toleransi susu. Jika didapatkan alergi susu sapi, pilihannya adalah susu
formula khusus (susu formula dengan protein dihidrolisis sempurna). Air gula
akan meningkatkan sekresi insulin dan menunda mulainya glukoneogenesis yang
alami dan proses homeostasis ketogenik. Jika air gula diberikan pada bayi,
kadar glukosa akan berfluktuasi dan akan muncul masalah hipoglikemia rebound.
3. Memfasilitasi kontak kulit ke kulit
antara ibu danbayi untuk merangsang pembentukan ASI. Cara iniakan
mempertahankan suhu tubuh normal, menurunkanpengeluaran energi, dan
mempertahankan kadar glukosadarah normal, sementara hal tersebut akan menstimulasiproduksi
ASI dan pengisapan. Dengan melekatkan bayi keibunya secara sering dapat
mencegah suplementasi padabanyak kasus.
4. Pemberian minum yang sering.
Berikan
minum 10-12kali dalam 24 jam pada beberapa hari pertama sesudah lahir.Pemberian
ASI yang sering, meskipun sedikit-sedikit, tetapidengan protein tinggi dan
kalori tinggi dari kolostrum akanlebih baik bila dibandingkan dengan pemberian
susu formulaatau air gula.
TATA LAKSANA PEMBERIAN ASI PADA BAYI HIPOGLIKEMIA:
a.
Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)
i)
Pemberian
ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa darah. Teruskan
menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah tiap kg
berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor atau susu formula)
ii)
Periksa
ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya sampai kadarnya
normal dan stabil
iii) Jika bayi tidak bisa menghisap atau
tidak bisa mentoleransi asupannya, hindari pemaksaan pemberian minum, dan
mulailah pemberian glukosa intra vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal,
diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan
terapi yang intensif
iv) Jika kadar glukosa tetap rendah
meskipun sudah diberi minum, mulailah terapi glukosa intra vena dan sesuaikan
dengan kadar glukosa darah
v)
ASI
diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan konsentrasi
glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah
vi) Catat manifestasi klinis,
pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium,
terapi dan perubahan kondisi klinik bayi (misalnya respon dari terapi yang
diberikan).
b.
Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25 mg/dL
atau < 1,1 – 1,4 mmol/L.
i)
Berikan
glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap kilogram berat badan
cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa 10% intra vena dengan
kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg tiap kilogram berat badan
tiap menit
ii)
Koreksi
hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan melalui oral
atau pipa orogastrik.
iii) Pertahankan kadar glukosa bayi yang
simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5 mmol/L
iv) Sesuaikan pemberian glukosa
intravena dengan kadar glukosa darah yang didapat
v)
Dukung
pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia menghilang
vi) Pantau kadar glukosa darah sebelum
pemberian minum dan saat penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap
(weaning), sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan
glukosa intra vena.Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah
hipoglikemia berulang.
vii) Lakukan pencatatan manifasi klinis,
pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium,
terapi dan perubahan kondisi klinik (misal respon dari terapi yang diberikan).
Terapi
a. Tanpa kejang, bolus intravena 200
mg/BB (2 ml/kgBB) glukosa 10%
b. Ada kejang, larutan glukosa 10-25%,
dosis total 1-2 gr/kgBB, dilanjutkan infus glukosa 4-8 mg/kgBB/menit
c. Hipoglikemi berulang, infus glukosa
15-20%, bila tidak mencukupi beri hidrokortison 2,5 mg/kgBB/12 jam atau prednison
1 mg/kgBB/24 jam
d. Pemeriksaan gula darah sampai kadar
diatas 40 mg/dl kemudian pemeriksaan dilanjutkan tiap 4-6 jam
e. Bila gula darah normal terapi
dihentikan
f. Berikan ASI
g. Penanganan penyulit
Hipotermi
Mekanisme
hilangnya panas pada bayi yaitu :
1.
Radiasi adalah panas yang hilang dari objek yang
hangat (bayi) ke objekyang dingin. Misal BBL diletakkan ditempat yang dingin.
2.
Konduksi adalah pindahnya panas tubuh bayi karena
kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin. Misal popok atau
celana basah tidak langsung diganti.
3.
Konveksi adalah hilangnya panas dari bayi ke
udara sekelilingnya. Misal BBL diletakkan dekat pintu atau jendela terbuka.
4.
Evaporasi adalah hilangnya panas akibat
penguapan dari air pada kulit bayi misalnya cairan amnion pada bayi
A. Penatalaksanaan Umum
1.
Penanganan hipotermia secara umum untuk bayi
Pengaturan
suhu tubuh bayi belumlah terkendali dengan baik. Bayi bisa kehilangan suhu
tubuh secara cepat dan terkena hipotermi dalam kamar yang dingin. Bayi yang
mengalami hipotermi harus dihangatkan secara bertahap. Berikut beberapa cara
penanganan hipotermia untuk bayi :
a.
Hangatkan bayi secara bertahap. Bawalah ia ke
ruangan yang hangat. Bungkuslah tubuhnya dengan selimut tebal.
b.
Pakaikan topi dan dekaplah si kecil agar ia
menjadi hangat oleh panas tubuh anda.
2.
Penanganan hipotermia secara umum untuk balita
a.
Jika ia mampu melakukannya,minta anak berendam
air hangat. Bila warna kulitnya telah kembali normal,segera keringkan dan
bungkus tubuhnya dengan handuk tebal atau selimut.
b.
Kenakan pakaian tebal dan baringkan anak di
tempat tidur. Pakaikan selimut yang cukup banyak. Tutupi kepalanya dengan topi
atau pastikan suhu dalam ruangan cukup hangat. Temani anak.
c.
Berikan anak minuman hangat dan makanan penuh
energi,misalnya cokelat. Jangan tinggalkan anak sendirian,kecuali anda yakin
warna kulit dan suhu tubuhnya telah kembali normal.
3.
Dan ada beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain :
a.
Jangan menempelkan sumber panas langsung,seperti
botol berisi air panas ke kulit anak. Anak harus menjadi hangat secara
bertahap.
b.
Jika anak hilang kesadaran,bukalah saluran
udaranya dan periksa pernapasannya. Jika anak bernapas,baringkan ia pada posisi
pemulihan,jika tidak bernapas,mulailah bantuan pernapasan dan kompresi dada.
Telepon Ambulans.
B. Prinsip Dasar Untuk Mempertahankan Suhu
Tubuh Bayi Baru Lahir
1.
Mengeringkan bayi segera setelah lahir
Bayi lahir dengan tubuh basah oleh
air ketuban. Aliran udara melalui jendela/pintu yang terbuka akan mempercepat
terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya
dapat timbul serangan dingin (cold stress) yang merupakan gejala awal
hipotermia. Bayi kedinginan biasanya tidak memperlihatkan gejala menggigil oleh
karena kontrol suhunya masih belum sempurna. Hal ini menyebabkan gejala awal
hipotermia seringkali tidak terdeteksi oleh ibu atau keluarga bayi atau
penolong persalinan. Untuk mencengah terjadinya serangan dinginadalah
sebagai berikut:
a.
setiap bayi lahir harus segera dikeringkan
dengan handuk yang kering dan bersih (sebaiknya handuk tersebut dihangatkan
terlebih dahulu). Mengeringkan tubuh bayi harus dilakukan dengan cepat.dimulai
dari kepala kemudian seluruh tubuh bayi. Handuk yang basah harus diganti dengan
handuk lain yang kering dan hangat.
b.
Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus
dengan selimut,diberi tepi atau tutup kepala,kaos tangan dan kaki. Selanjutnya
bayi diletakkan telungkup di atas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan dari
dekapan ibu.
c.
Memberi ASI sedini mungkin segera setelah
melahirkan agar dapat merangsang rooting refleks dan bayi
mendapat kalori.
d.
Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam
perjalanan pada waktu merujuk.
e.
Memberikan penghangatan pada
bayi baru lahir secara mandiri.
f.
Melatih semua orang yang terlibat dalam
pertolongan persalinan.
g.
Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu
tubuh bayi stabil. Untuk mencengah
terjadinya serangan dingin ibu atau keluarga dan penolong persalinan harus
menunda memandikan bayi. Beberapa
kriteria dalam memandikan bayi;
a.
Pada bayi lahir sehat yaitu lahir cukup
bulan,berat>2.500 gram,langsung menangis kuat,memandikan bayi ditunda selama
kurang lebih 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi gunakanlah air
hangat.
b.
Pada bayi lahir dengan risiko (tidak termasuk
kriteria di atas),keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir <
2.000 gram sebaiknya bayi jangan dimandikan ditunda beberapa hari sampai
keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh bayi stabil,bayi sudah lebih kuat
dan dapat menghisap ASI dengan baik.
C.
Tindakan
Pada Hipotermia Bayi Baru Lahir
Bayi yang mengalami hipotermi biasanya
mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera
menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
Cara lain yang sangat sederhana dan
mudah dikerjakan oleh setiap orang adalah menghangatkan bayi melalui panas
tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit
langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga bayi tetap hangat,tubuh ibu dan bayi harus
berada di dalam 1 pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai
metode Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan.
Bila tubuh bayi masih dingin,gunakanlah
selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang
digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai
tubuh bayi hangat.
Biasanya bayi hipotermia menderita
hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin.
Bila bayi tidak mengisap beri infus glukosa 10 % sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
Perdarahan
Tali pusat
Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat
1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab
dari perdarahan tali pusat yang terjadi.
2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan
tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat.
a. Jaga agar tali pusat tetap kering setiap
saat. Kenakan popok di bawah tali pusat.
b. Biarkan tali pusat terbuka, tidak
tertutup pakaian bayi sesering mungkin.
c. Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali
Anda mengganti popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan alkohol 70% yang
dapat dibeli di apotek.
d. Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya
pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi
Anda. Alkohol yang digunakan tidak menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol
terasa dingin. Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat membantu mencegah
terjadinya infeksi. Hal ini juga akan mempercepat pengeringan dan pelepasan
tali pusat.
e. Jangan basahi
tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi. Tali pusat akan terlepas,
dimana seharusnya tali pusat aka terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang
perlu diingat adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas
setengah bagian.
f. Hindari
penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali pusat.
3. Segera lakukan
inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan rujukan.
Hal ini dilakukan bila terjadi gejala berikut:
a. Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3
minggu.
b. Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
c. Timbul garis merah pada kulit di sekitar
tali pusat.
d. Bayi menderita demam.
e. Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan
di sekitar tali pusat.
f. Timbul bau yang tidak enak di sekitar
tali pusat.
g. Timbulnya bintil-bintil atau kulit
melepuh di sekitar tali pusat.
h. Terjadi
pendarahan yang berlebihan pada tali pusat. Pendarahan melebihi ukuran luasan
uang logam.
i. Pendarahan pada tali pusat tidak
berhenti walaupun sudah di tekan.
Tetanus
Penatalaksanaan
1. Medik
Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan
mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai
adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas
mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum
10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg
parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi
yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti
kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
Pemberian antitoksin
Untuk
mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan
dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat
digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari
panas turun.
Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan
alkohol 70 % atau betadin 10 %.
Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering
dihisap.
2. Perawatan
Masalah
yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan, kebutuhan
nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Bahaya
terjadinya gangguan pernafasan
Gangguan
pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang disebabkan adanya tenospasmin
yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut tidak berfungsi.
Adanya spasme pada otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga
mulut sehingga memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir di
tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien
tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus.
Tindakan yang perlu dilakukan :
a. Baringkan
bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal di bawah bahunya.
b. Berikan
O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika
sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan
lebih tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c. Pada
saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan
memudahkan penghisapan lendirnya.
d. Sering
hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada
saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e.
Observasi tanda vital setiap ½ jam .
f. Usahakan
agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.
g. Jika
bayi menderita apnea :
h.
Hisap lendirnya sampai bersih
i.
O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)
j.
Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan
bagian iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan
dengan frekuensi 50 – 6 x/menit.
k. Bila
belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup mulut
dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila
perlu diselingi tiupan.
Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat
bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan makananya
perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering
sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4
: 1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat
diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat
diubah memakai dot secara bertahap.
Kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai penyakit
Kedua
orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa
bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus,
kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada
tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum
memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya
cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika
ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas,
atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun
terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula
cara pearawatan tali pusat yang baik.
Bagan Penanganan Tetanus Neonatorum
Tanda – tanda
|
Tiba-tiba bayi demam/panas, mendadak bayi tidak
mau/tidak bisa menetek (mulut tertutup atau trismus), mulut mencucu seperti
ikan, mudah sekali kejang
(misalnya kalau dipegang, kena sinar, atau
kaget-kaget), disertai sianosis, kuduk kaku, posisi punggung melengkung,
kepala mendongak keatas (opistotonus).
|
|
KATEGORI
|
Tetanus Neonatorum Sedang
|
Tetanus Neonatorum Berat
|
PENILAIAN
|
>7 hari
Kadang-kadang
ü Mulut mencucu
ü Trismu kadang-kadang
ü Kejang rangsang (+)
Opistotonus kadang-kadang
Masih sadar.
ü Tali pusat kotor
ü Lubang
telinga bersih/kotor
|
0-7
Sering
ü Mulut mencucu
ü Trismus
terus-menerus
ü Kejang rangsang (+)
Selalu opistotonus
Masih sadar.
ü Tali pusat kotor
ü Lubang
Telinga bersih/kotor
|
|
||
PENANGANAN
|
|
|
PUSKESMAS
|
ü Diazepan
0.5
mg/kg/i.m atau supositoria
ü Apabila masih kejang, ulangi tiap 30 menit.
ü Ditambah luminal 30 mg i.m sampai kejang berhenti.
|
|
Rumah Sakit
|
Sama seperti diatas
|
Sama seperti diatas
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar